Home Fashion Tak Sekadar Panggung Mode, JF3 2025 Fokus Bangun Ekosistem Fashion Lebih Dinamis & Berkelanjutan

Tak Sekadar Panggung Mode, JF3 2025 Fokus Bangun Ekosistem Fashion Lebih Dinamis & Berkelanjutan

by elmediora

Memasuki dekade ketiga, JF3 Fashion Festival kembali hadir dan berkomitmen lebih dari sekadar panggung mode. Tahun 2025 fokus diperluas untuk membangun ekosistem fashion Indonesia yang lebih dinamis dan berkelanjutan. Dengan melibatkan desainer muda, model, jurnalis, hingga kreator, JF3 hadir untuk memberdayakan generasi penerus yang akan membawa industri mode Indonesia ke masa depan.

Diselenggarakan oleh Summarecon dengan dukungan penuh dari pemerintah, pelaku industri fashion, mitra strategis nasional dan internasional, JF3 2025 akan berlangsung di dua lokasi utama. Di Summarecon Mall Kelapa Gading, fashion show akan digelar pada 24–27 Juli 2025, disusul oleh Niwasana by Fashion Village, sebuah pameran mode yang berlangsung hingga 3 Agustus. Sementara itu, Summarecon Mall Serpong akan menggelar fashion show pada 30 Juli–3 Agustus 2025, dengan pameran DRP Jakarta hingga 10 Agustus 2025.

Recrafted a New Vision: Redefining Indonesia’s Competitive Edge in the Global Market. 

JF3 Talk 2025 (Vol.1) yang berlangsung di Teras Lakon Summarecon Serpong pada 7 Mei 2025 menjadi bagian penting dalam membahas tema besar JF3 untuk tahun 2025: Recrafted a New Vision: Redefining Indonesia’s Competitive Edge in the Global Market. Diskusi ini menjadi langkah awal untuk mendorong seluruh pelaku industri untuk terus berperan aktif dalam membentuk ekosistem fashion Indonesia yang lebih matang, kolaboratif, dan kompetitif di pasar global.

Merupakan ajakan untuk melihat kembali keterampilan kita dan menyusunnya ulang dengan visi yang lebih kuat, bukan hanya dari sisi artistik, tapi juga strategis. Keahlian yang tinggi dibutuhkan untuk pengembangannya, sehingga tidak terjebak dalam pengulangan yang membuat kita berjalan di tempat. “Saat ini kita tidak lagi perlu bertanya mengenai pandangan dunia, yang paling kita butuhkan. Sejak dulu adalah sejauh mana kita bisa melangkah dengan visi yang kita miliki. Kami mengajak semua kreator untuk melakukan perubahan. Mendorong batas dan mewujudkan apa yang tidak terlihat menjadi sebuah kenyataan. Membawa semua keterampilan yang kita miliki menjadi sebuah visi baru,” ujar Thresia Mareta, Founder Lakon Indonesia dan Advisor JF3.

Tantangan Para Desainer Dalam Negeri Dalam Berkarya dan Pertahankan Bisnis

Moderator JF3 Talk Vol.1 Dino Augusto berpendapat sekarang ini daya beli masyarakat terhadap produk lokal masih rendah, sementara produk impor justru kian membanjiri pasar. Diperlukan strategi yang lebih kuat dalam mengangkat brand lokal, agar mampu bersaing secara sehat di dalam negeri.

Elok dari Brand Dola’ap Kebaya berterus terang dunia mode sekarang ini tengah menghadapi tantangan ekonomi. “Termasuk penerapan produk sustainable atau upcycle seperti seni cenderung sulit meyakinkan konsumen untuk membeli barang berbahan bekas. Diperlukan brand image yang kuat dan strategi komunikasi yang tepat, mengingat konsumen saat ini cenderung price-sensitive, sehingga sulit menjual produk sustainable dengan harga premium, karena kesadaran konsumen masih rendah terhadap nilai keberlanjutan,” ungkap Elok.

Sementara, bagi Afif dari Brand ControlNew yang berdiri sejak 2018 masalah SDM menjadi kendala tersendiri dan baru dapat membentuk tim produksi setelah menghadapi tantangan besar dalam hal keterbatasan SDM. Dia berkata, “Awalnya, dia memanfaatkan tukang vermak sebagai pelaku upcycle, kemudian berkembang menjadi tim produksi yang lebih solid. Baginya, permasalahan  utama adalah keterbatasan bahan baku dan SDM dan tidak semua jenis kain dapat diolah untuk produksi upcycle. Itulah sebabnya, fokus utama brand tidak hanya pada upcycling denim, tapi juga menciptakan artikel baru yang memiliki nilai tambah dan dapat dijual dengan harga lebih tinggi.”

Selain itu, Dalam proses desain, Afif menemukan dilema antara menciptakan desain simpel yang lebih mudah diproduksi dari kain sisa dan kebutuhan pasar akan desain yang unik dan menarik. “Target market harus ditentukan sejak awal dan keberhasilan strategi sangat bergantung pada ketajaman market intelligence. Anak muda saat ini mulai peduli pada desain dan harga, namun belum sepenuhnya sadar atau memperhatikan nilai di balik produk, misalnya proses upcycle. Itulah sebabnya, pendekatan branding yang dilakukan adalah menarik perhatian pasar melalui desain dan harga terlebih dahulu, lalu baru kita mengedukasi soal nilai dan proses upcycle,” tambahnya.

Tantangan terbesar yang harus dihadapi para pelaku di dunia fashion menurut Astrela dari brand Bespoke adalah perubahan tren yang sangat cepat. Industri mode dituntut untuk memahami keinginan pasar, sambil tetap mempertahankan DNA brand dan forecast trend menjadi penting, agar bisa menggabungkan konsep brand dengan keinginan pasar. Sementara, Laura Muljadi berpendapat, “Masyarakat luar negeri bisa menghargai produk natural, tapi pengrajin lokal justru kurang mendapatkan spotlight di negeri sendiri.  Kebutuhan ekonomi mendesak membuat pengrajin kadang beralih ke bahan non-natural atau bahkan berhenti menenun, karena produk kreasinya tidak laku dan adanya ketimpangan akses pasar antara Jakarta dan daerah.”

Sulawesi Selatan memiliki kekayaan motif seperti aksara Lontara, namun belum berhasil dikenal secara nasional dan hingga saat ini belum ada produsen batik yang secara konsisten mengangkat motif khas tersebut. Pasar lokal di Sulsel lebih didominasi oleh peminat tenun, sementara dia  ingin memperkenalkan batik sebagai bagian dari identitas budaya Sulsel dengan menggali motif-motif yang berbeda.

“Saat ini, sistem penjualan kami masih terbatas melalui e-commerce dan WhatsApp, jadi belum ada penetrasi signifikan ke pasar nasional karena terbatasnya eksposur. Kami membutuhkan pentingnya dukungan dan sorotan lebih besar terhadap brand-brand dari luar Jawa agar bisa bersaing dan dikenal luas. Selain itu, tantangan lainnya adalah minimnya pengolahan limbah dan kesiapan SDM untuk mendukung produksi dalam skala besar,” ujar Ayu Gani dari brand Batik Sulawesi menerangkan permasalahannya.

 


Berkolaborasi Bersama dan Berkarya dengan Produk Berkualitas

JF3 pun berharap seluruh pelaku industri dapat berperan aktif secara bersama-sama agar lebih semangat lagi dalam membangun ekosistem fesyen Indonesia untuk kolaborasi, bertukar pikiran, dan terus berkarya dengan kualitas yang lebih matang. Ke depan, Theresa akan semakin fokus untuk menjalin hubungan internasional demi mendukung kemajuan industri fesyen lokal dan berharap endapat dukungan penuh dari berbagai pihak termasuk pemerintah. Tahun ini, JF3 mengundang salah satu desainer dari Korea Selatan sebagai bagian dari kolaborasi dua arah. Jadi, tidak hanya mereka yang datang ke Indonesia, tapi partisipan festival yang sudah terselenggara sejak 2004 itu juga akan bertandang ke Negeri Ginseng. Berkolaborasi secara nasional dan internasional akan memperkuat dan memajukan dunia fashion di Tanah Air tetap eksis, sekaligus berujung menunjang perekonomian bangsa yang diwujudkan secara gotong royong. (Ells | Foto: Dok. JF3)

You may also like

Leave a Comment