Home LifestyleHome & Living Menarik, BPA Institute Gelar Bincang Arsitektur Sustainable Inovatif Omah Tanah di Pesisir Pantai Loji, Pelabuhan Ratu

Menarik, BPA Institute Gelar Bincang Arsitektur Sustainable Inovatif Omah Tanah di Pesisir Pantai Loji, Pelabuhan Ratu

by elmediora

BPA Institute dari Budi Pradono Architect, yakni sebuah platform edukasi online yang berorientasi bidang arsitektur dan urbanisme dengan jaringan global menggelar Open Architecture pada 19-20 Juli 2025.

Edukasi yang mengenalkan disiplin ilmu desain arsitektur akan membedah secara mendalam dengan metode pembelajaran yang khas dan kolaboratif. Acara Open Architecture berlokasi di Omah Tanah, sebuah hunian istimewa di antara gugusan perbukitan dengan bentang lautan pesisir Pantai Loji, Suka Bumi, Jawa Barat.

“Sensitivitas pada tempat, lokalitas material, dan bersinergi dengan alam tanpa mengabaikan progresifitas kehidupan kontemporer adalah mantra tersahih arsitektural saat ini” ujar Principal dan Arsitek BPA Budi Pradono.  Tim BPA Institute akan memaparkan identitas arsitektur anyar yang merespon warisan kekayaan budaya dan alam setempat dengan mengombinasikan gaya hidup kekinian.

Solusi Mereduksi Iklim Ekstrem Panas

“Acara ini membuka kesempatan untuk berdiskusi dan mendapatkan pembelajaran mengenai karya arsitektur yang sustainable dengan desain yang inovatif. Terutama Omah Tanah, sebagai mewakilkan simbol status hunian orang biasa, dalam konteks sosiologis sistem budaya Jawa terdapat strata dalam penyebutan rumah. Semisal Griya, juga di sebut rumah dalam strata sosial lebih tinggi”, ujar Budi.

Ia mengharapkan konsep arsitektural Omah Tanah akan membaur dengan rumah-rumah lainnya khas kultural Jawa yang lebih egaliter. Selain itu, tanah sebagai sebuah material konstruksi sebuah hunian di Barat disebut rammed earth house. Mengacu pada proses perancangan arsitektural unik dan menantang atau melindungi suhu ekstrem yang panas. Omah Tanah, adalah salah satu solusi mereduksi kondisi iklim tersebut.

Budi Pradono menyampaikan bahwa iklim tropis tentu tak seekstrem di Barat, cuaca di dalam ruang dan di luar ruang tentu sangat kontras, yang arsitektural Barat diidentikkan sebagai ‘Arsitektur Perlindungan’, karena manusia perlu berlindung dari cuaca yang ekstrem.  “Kita di Indonesia menganut ‘Arsitektur Pernaungan’ yang mana cuacanya tak terlalu ekstrem. Kalau hujan ataupun panas, kita cukup bernaung saja di bawah atap. Itulah arsitektur asli yang diturunkan dari nenek moyang kita”, ujar Budi menambahkan.

Kedua, menurut Budi, rumah tradisional selalu memiliki proporsi yang pas, sehingga terlihat  elok dari perspektif manapun. Omah Tanah dalam hal ini mengombinasikan Arsitektur Perlindungan sekaligus Arsitektur Pernaungan, dengan sang pemilik hunian Douglas dan Rossa asal Fermantle, Australia bagian Barat, yang memiliki perbedaan suhu ekstrem antara pagi, siang dan malam.

Di Pelabuhan Ratu, atau Sukabumi, realitasnya cuaca mudah berubah, angin Barat dan Timur serta badai tak mudah diprediksi. Maka gaya rammed earth house ini menjadi salah satu jawaban. Omah Tanah merespon energi lokalitas, dengan BPA membuat desain yang luwes di sekitar jalur sungai dekat hunian tersebut dipertahankan. Sehingga aksesnya mirip Subak di Bali yang sistem pengairan tradisional mendistribusikan air ke sawah-sawah adalah akar lokalitas budaya.

Berdampak Positif & Berekasi dengan Alam

Omah Tanah tak bisa lepas dari upaya mencari solusi elemen-elemen natural selain sungai. Semisal, air hujan sebagai pengganti air minum, pemanfaatan solar cell sebagai energi listrik sampai elemen terpenting tentang dinding. “Kita menemukan bahwa tanah di balik gunung ini banyak mengandung tanah liat. Untuk yang berwarna kecoklatan muda selama enam bulan bulan kita kombinasikan dengan sistem tumbuk serta campuran beton yang hanya memberi kontribusi 10% saja dari perbandingan tanah. Ternyata menghasilkan dinding yang ulet dan kuat’’, ujar Budi bersemangat.

Arsitek ini dalam menemukan jenis tanah aliat tersebut, telah meneliti dan bereksperimen sebelumnya selama 15 tahun dengan mengamati materi dan pembuatan dinding khusus tersebut saat di Shui Guan, China. Budi Pradono merancang Omah Tanah dengan orientasi lokasi menghadap langsung ke pemandangan laut, sebagai penanda sekaligus titik akhir hunian dengan membangun sebuah balai-balai kayu sederhana disandarkan di pantai Lodji. Budi menciptakan ruang jeda yang menyatu dengan alam sekaligus ikon visual.

Seperti juga bentuk atap dengan kanopi yang lebar, sebab selalu ada curah hujan yang tinggi dan menciptakan atap yang seolah bergerak menyerupai ombak terbuat dari metal.  Budi menambahkan, “Saya sadar bahwa arsitektur itu bukan hanya bangunan, namun kepekaan arsitek menempatkan massa bangunan yang tepat. Sejatinya arsitektur memberi dampak nilai positif pada tempat, lokalitas material serta berelasi dengan alam sekaligus adaptasi progresifitas kehidupan kontemporer.” (Red. Elmediora | Foto: Dok. BPA Institute)

You may also like

Leave a Comment